Sabtu, 28 Mei 2016

Kepergian (puisi)

Jauh dari sini...
Meninggalkan tempat ini.
Meninggalkan semuanya.
Sakit rasanya, sedih rasanya, pedih rasanya.
Seperti tangan kebeset pisau.
Walau luka kecil, tapi membekas dan sakit.
Walau darah keluar sedikit, tapi perih yang dirasa.

Semua kenangan.
Semua yang dilakukan.
Hanya bisa diingat.
Canda, tawa, sedih, senang, susah, resah, gelisah, takut terlewati sudah.
Semua terekam dimemori otak.
Waktu tidak bisa terulang.
Hanya bisa dikenang kembali.
Dan kenangan itu pasti akan diceritakan kembali pada saatnya.

Maaf...
Maaf jika selama ini menjengkelkan, nyebelin, dan jahil.
Itu semua hanya candaan semata.
Untuk menghibur yang sedang resah.

Hanya satu...
Jangan pernah lupakan kebersamaan itu.
Walau nanti akan berpisah, dan itu pasti.
Kita akan bertemu dilain waktu.
Kali ini pergi dengan bebas,
Karna pergi kali ini akan menentukan apa yang terjadi di masa yang akan datang.
Sejauh-jauhnya burung terbang sendiri, dia pasti akan bertemu kelompoknya lagi.

Terimakasih, kawan...


By : Sivana Zahla

Kamis, 19 Mei 2016

Terpuruk (puisi)

Semua orang berkicau keras sana sini
Inilah kehidupan.
Vas bunga pecah, mengenai tanganku.
Aku berdarah.
Namun sakitnya tak seberapa.
Akan tetapi terus menjadi bekas luka.

Zaman berubah.
Aku adalah aku.
Hari demi hari berganti.
Lalu mengapa burung masih bisa terbang bebas dilangit sana?
Andai punya sayap, ku akan terbang ke langit melepas penatku.

Prasasti tersimpan dimusium.
Untuk mengingat masa lalu yang berharga.
Tetapi sekarang hanya bisa
dipandang.
Rasakan kelamnya itu.
Itu hanya membuat terpuruk dalam kegelapan.

Ramaikan saja tempat ini.
Impiku seperti itu.
Teruskan jalan ini kejalan yang ramai dan terang.
Orang-orang ketakutan kegelapan.
Namun gimana rasa di hutan belantara?
Gantung saja obornya, bakar dan hanguslah jika takut.
Aku melihatnya, dan hanya bisa terpaku menatap langit.


Karangan : Sivana Zahla

Dia (puisi)

Dia datang, lalu pergi.
Tidak meninggalkan jejak.
Hanya meninggalkan kenangan.
Kenangan itu,
Bersamanya, menghabiskan waktu bersamanya.
Melupakan pagi, siang, sore, dan malam.
Bagai sepasang burung merpati terbang tinggi.
Melayang, terbang bebas dilangit.

H
ingga..
Dia meninggalkanku.
Hidup ini hancur.
Kenapa tidak dibutakan saja mata ini.
Kenapa tidak ditulikan saja telinga ini. Kenapa tidak dibisukan saja mulut ini.
Enyahlah dari dunia ini.

K
emana dia? Menghilang tanpa kabar.
Meninggalkanku, menelantarkanku, menenggelamkanku ke lautan yang dalam.
Aku tenggelam, gelap sekali.
Apa aku perlu memetik bintang dari langit?

Kuingin menghapusnya.
Dia datang lagi kedalam hidupku
Datang dan pergi semaunya.
Kau pikir aku ini mainan?
Jika bosan kau buang.
Jika ujungnya seperti ini
Lalu apakah aku harus seperti elang terbang bebas dilangit, lalu menjadi ikan berenang dengan tenangnya,  dan menjadi harimau berlari dengan cepatnya?


Karangan : Sivana Zahla

Rabu, 18 Mei 2016

Manusia Bodoh (puisi)

Melihatnya bersamanya...
Tertawa bersamanya...
Tersenyum bersamanya...
Ingin rasanya ku cambik diriku.
Kesal, gelisah, dan resah yang kurasakan.
Terasa seperti manusia bodoh saja.

Aku ini kenapa?
Aku ini siapanya?
Perasaan apa ini?
Ini sangat menyakitkan.
Sangat menyengat dihati.
Melayang difikiran.
Aku muak, ingin teriakku.
Tanpa ada yang orang tahu.
Andai keajaiban datang padaku,
Mengirimnya dia padaku.

Aku kesal pada diriku
Kenapa aku tidak bisa bersamanya?
Kenapa aku hanya melihatnya bersama yang lain?
Seperti berada ditepi jurang yang curam.
Rasanya ingin ku terjun saja.
Aku tak tahan,
Aku tak tahan dengan ini semua.

Apa yang harus kulakukan?
Aku hanya manusia bodoh yang hanya mengaharap keajabian itu datang.
Aku hanya manusia bodoh yang hanya melihatnya dari jauh.
Aku hanya manusia bodoh yang tidak bisa berkata didepannya.
Aku ingin bersamanya,
Tak ada yang bisa kulakukan.

Aku pasrah...
Karna ini terlalu menyakitkan.
Biarkan sajalah dia bersamanya.
Hanya dia yang bisa membuatnya tersenyum.
Bukan aku...
Biarkan senyuman palsu ini melihatmu dengannya.
Biarkan menjadi butiran kenangan pahit.


Karangan : Sivana Zahla

Sepi (puisi)

Sepi..
Aku berjalan,
Tidak tahu harus kemana.
Tidak punya tujuan.
Tidak ada yang menemani.
Tidak ada orang disini.
Sendiri...
Sendiri disini...
Seperti orang kehilangan akal saja.

Hasratku kesepian.
Aku membutuhkan seseorang.
Siapa? Tidak ada siapa-siapa disini.
Aku sendiri..
Air mata ini mengalir.
Semakin lama semakin deras,
Merasakan kesepian mendalam ini.

Sekejap..
Angin berhembus dengan kencangnya.
Langit terasa gelap.
Awan menutupi cerahnya sinar mentari itu
Hatiku sepi,
Sepi sekali...


Andai ada yang bisa menemaniku saat ini.
Sudah pasti,
Langit cerah dan,
Mentari menyinari bumi lagi
Aku benci kesepian ini.


Karangan : Sivana Zahla